BERSIKAP RAMAH TERHADAP ORANG YANG BERBEDA PANDANGAN DENGAN KITA (21022020)
Salman Abdul Muthalib
Dalam Alquran dan hadis terdapat banyak
bahasan tentang persaudaraan Islam, baik dengan bahasa yang tegas, maupun yang
dipahami dari makna nash-nasah agama.
Dalam Surat al-Hujurat ayat 10 misalnya,
Allah berfirman:
إنما المؤمنون إخوة فأصلحوا بين أخويكم
واتقوا الله لعلكم ترحمون
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah
bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah
kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
Ayat ini merupakan penegasan perintah
untuk mendamaikan kaum mukmin yang bersengketa, itu adalah solusi jika terjadi
persengketaan. Namun sebelum terjadi persengketaan atau perselisihan, Islam
juga memberikan langkah-langkah untuk mencegah terjadinya persengketaan, yaitu
larangan saling mengolok-ngolok dan mencela orang lain, larangan panggil
memanggil dengan gelar yang buruk, banyak perprasangka, mencari-cari kesalahan
orang lain dan menggunjing saudaranya. Ini semua dilarang agar terhidar dari perselisihan,
persengketaan dan permusuhan.
Dalam surat al-Hujurat ayat 11 sebagai
kelanjutan ayat 10 yang barusan kita baca, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ
عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ
يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا
بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ
فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman janganlah
suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang
diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula
wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi
wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu
panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Dalam lanjutan ayat berikutnya Allah
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ
إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ
بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
prasangka-prasangka yang ada, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa
dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian
kamu mengupat sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kamu memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik padanya.
Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.”
Dalam beberapa hadis, Nabi menggambarkan
tentang bagaimana seharusnya antara sesama muslim bersikap. Dalam sebuah hadis
Nabi bersabda:
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده
“Orang muslim adalah yang tidak
menyakiti muslim lainnya baik dengan lisan maupun dengan tindakan.”
Di samping itu ada juga hadis yang
mengandung tuntutan untuk saling mengasihi, bukan hanya dengan muslim, bahkan
dengan makhluk yang ada di bumi pun dianjurkan Rasul untuk mengasihinya. Dalam
sabdanya:
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ
الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِى الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ
(البيهقي)
“Orang yang mengasihi akan disayangi
Tuhan, kasihanilah orang-orang yang
ada di bumi, maka yang di langit akan menyayangi kalian.”
Ayat-ayat dan hadis-hadis yang telah
kita bacakan, tujuannya adalah mendorong muslim untuk mempererat persaudaran
Islam, merajut ukhuwwah Islamiyyah, karena itu merupakan bagian dari ajaran
Islam. Persoalan ukhuwah islamiah ini perlu kita angkat kembali, bahkan senatiasa
harus selalu kita bahas, karena dalam pergaulan sehari-hari, sering sekali
karena tidak searah pemikiran dengan kawan kita di kantor, di kampung, bahkan
berbeda dalam memahami ajaran agama, membuat hubungan sesama kita semakin
renggang....
Padahal Nabi menggambarkan hubungan
sesama muslim diibaratkan seperti sebuah bangunan yang saling mengikat.
المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا
Tetapi dalam kenyataannya, gara-gara
persolan yang kecil, beda cara berpikir dengan teman, beda tujuan yang ingin
dicapai, berbeda dalam memahami agama membuat kita harus memutuskan
silaturrahmi, dan ujung-ujungnya saling mencaci, memaki dengan beragam bahasa
yang ada.
Lebih menyedihkan lagi, karena kurang
suka pada seseorang, kita tidak merasa bersalah ketika membicarakan kejelekan-kejelekan
saudara kita di belakangnya, kita sering mencari-cari kekurang-kekurangan yang
ada pada orang lain dan menggembar-gembor aibnya di khalayak ramai. Padahal
Allah mengibaratkan orang yang mengupat, mengunjing seperti orang yang makan
bangkai saudara kita yang telah mati.
Agama kita melarang dengan tegas
mengupat, menggunjing dan mencari-cari kesalahan orang lain, karena itu semua
merupakan perbuatan dosa yang akan diminta pertanggung jawaban di akhirat
nanti. Dalam sebuah hadis:
طُوبَى لِمَنْ شَغَلَهُ عَيْبَهُ عَنْ عُيُوبِ اَلنَّاسِ
“Beruntunglah orang-orang yang melihat
kekurangan pada dirinya, dari pada mencari-cari kesalahan orang lain.”
Rasullullah telah mendidik para sahabat
dengan cara yang paling baik, sehingga terbentuk suatu komunitas yang paling
bagus dalam sejarah kehidupan umat, Rasul telah mempertontonkan bagaimana
akhlaknya di hadapan para sahabat, dia sangat lembut dengan para sahabat dalam
setiap tutur katanya, tidak pernah keluar kata-kata kotor, dan beliau sangat
tegas terhadap kaum musyrikin dalam kondisi-kondisi tertentu. Bukan sebaliknya
seperti kita sekarang, sesama muslim saling menyikut dan menyikat, sementara
dengan orang-orang yang berbeda akidah dengan kita berteman dengan penuh mesra,
ini merupakan suatu fenomen yang sangat disayangkan, bukan berarti kita harus
intoleran dengan orang di luar Islam, tetapi bagaimana kita pupuk persaudaran
sesama muslim lebih kuat lagi.
Berbeda
dalam memahami Alquran dan hadis telah terjadi sejak dahulu, para ulama
terdahulu termasuk imam mazhab, meskipun berbeda dalam memahami Alquran dan
hadis, tetapi mereka tetap saling toleran antara satu sama lain, bahkan saling
memuji dan menghormati. Imam Hanbali misalnya pernah memberi komentar:
Seandainya tidak ada Imam Syafi’i, sungguh kita tidak paham apa isi Alquran dan
sunnah. Sebaliknya Imam Syafi’i yang lebih senior dan juga guru dari imam
Hanbali memuji Imam Hanbali, dia pernah berkata: Tidak pernah saya lihat
seseorang di Baghdad yang lebih cerdas dan pintar dari Ahmad bin Hanbal.
Meraka para ulama, imam mazhab yang kita
ikuti pendapat mereka, yang kita baca karya-karya mereka, mereka sendiri saling
toleran, saling menghargai bahkan saling memuji, mengapa kita yang hidup lebih
dari seribu tahun setelah mereka, yang tidak menghasilkan karya-karya sehebat
mereka, bahkan ada yang bertaklid buta terhadap mereka, kita tidak bisa saling
memahami antara sesama, bahkan karena persoalan kecil yang bukan inti dari
agama dapat memecahkan persaudaraan.
Kita harus memiliki sikap ramah dan
kasih sayang, terutama sesama muslim, karena tujuan kita sama-sama ingin
mencari ridha ilahi. Jika terjadi perbedaan pendapat antara kita dengan orang
lain, kita tetap harus bijak menyikapinya, sikap ramah, sopan dan santun harus
tetap dikedepankan, karena semua kita ingin mencari ridha dari Allah swt. Sikap
bijaksana, sabar, tidak emosi telah diperlihatkan Rasul kepada kita, bahkan
ketika beliau berhadapan dengan kaum kafir Qurayspun yang keras kepala yang
membantah beliau, Nabi tetap memperlihatkan sikap dan pikiran positifnya kepada
mereka.
Hal ini dapat dilihat ketika Nabi
menyampaikan dakwah Islam kepada penduduk Thaif, mereka lalu menentang bahkan
melemparinya dengan batu, perlakukan mereka membuat Nabi sedih, kemudian Malaikat penjaga gunung datang
kepada Rasul dengan berkata: Wahai Muhammad, TuhanMu telah mengutusku dan Kami
telah mendengar dan menyaksikan apa yang dilakukan orang-orang kepadamu.
Perintahlah apa yang harus kulakukan. Apapun katamu akan ku lakukan. Apakah kau
ingin aku angkat dua gunung di kota Mekkah? Sehingga orang-orang itu akan remuk
karena terhimpit gunung itu? Rasulullah menjawab, tidak. Aku lebih mengizinkan
jika Allah menjadikan keturunan dari orang-orang ini generasi-generasi yang
akan menyembah Allah dan tidak menyekutukannya. Beginilah pribadi Rasul yang
sangat sempurna dan pemaaf, bagi kita agak sulit memang meniru sifat ini,
tetapi kita tetap harus berusaha sebisa mungkin memperlihatkan sikap ramah kita
terhadap orang lain yang berbeda pendapat dengan kita.
Karena itu, marilah kita kembali kepada
Islam yang dari segi arti dasarnya bermakna kedamaian, agama ini dibawa Rasul
untuk membawa kedamaian kepada seluruh makhluk hidup. Dan ini juga inti dari
Islam.
Lihat saja ketika seorang sahabat
menanyakan kepada Rasul, wahai Rasul, Islam yang bagaimanakah yang sejati?
أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه و سلم أي الإسلام خير ؟ قال
: ( تطعم الطعام وتقرأ السلام على من عرفت ومن
لم تعرف )
“Islam yang sejati adalah kami memberi
makanan kepada orang yang membutuhkan dan kamu bacakan salam kepada orang yang
kamu kenal dan yang tidak kamu kenal.”
Pada penutup salat, kita disuruh membaca
salam sebagai ucapan kedamaian yang kita taburkan setelah kita salat, kepada
para malaikat dan makhluk-makuluk yang ada di sekitar kita. Dalam doa kita
setelah salat, bahkan kita sering membacanya secara berjamah: Allahumma anta
salam wa minka salam wa ilaika yaudu salam, fahiyyina rabbana bi salam wa
adkhilna jannata darassalam. Semua kita ingin kedamaian.
Tidak boleh kita kedepankan sikap emosi
kita terhadap orang yang berbeda pandangan sesama kita, apalagi saudara kita
seakidah, setan paling senang jika mampu menggoda anak Adam ini untuk
bermusuhan sesama mereka, dia akan akan masuk ke relung hati kita untuk
menanamkan sifat emosi.
Comments
Post a Comment