HIKMAH ISRA’ DAN MI’RAJ (20032020)
Dr. Samsul Bahri, M. Ag.
Maha suci Allah yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa
yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian
tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Melihat. (Q.S. Al-Isra: 1).
Para sejarawan umumnya mencatat, Isra’
dan Mi’raj terjadi pada tahun ke-10 kenabian. Diawali oleh serentetan peristiwa
memilukan yaitu meninggalnya Abu Thalib dan Khadijah, serta penolakan
masyarakat Thaif ketika Rasulullah berhijrah ke sana. Abu Thalib adalah paman
Rasulullah yang mengasuh beliau sejak remaja. Abu Thalib juga mengajarkan
banyak hal tentang kehidupan kepada beliau. Setelah beliau diangkat menjadi
rasul dan mendapatkan penentangan yang luar biasa dari masyarakat Quriasy, Abu Thalib tetap
memberikan perlindungan penuh kepada beliau. Peristiwa meninggalnya Abu Thalib
sangat membuat beliau berduka, bukan hanya karena telah kehilangan seorang yang
sangat dicintai, tetapi juga karena Abu Thalib meninggal sebelum memeluk Islam.
Atas kesedihan ini, Allah memberikan pembelajaran sangat berharga bahwa: sesungguhnya
engkau tidak dapat memberikan petunjuk kepada orang yang engkau cintai
sekalipun, namun hanya Allah yang dapat menunjuki siapa saja yang Allah
kehendaki. (Q.S. al-Qashash: 56).
Kesedihan Rasulullah semakin sempurna
dengan peristiwa meninggalnya Khadijah, isteri beliau. Khadijah adalah sosok
perempuan pejuang yang merelakan harta serta jiwa raganya demi dakwah Islam.
Sungguh besar pengorbanannya untuk Islam. Maka Rasulullah pun berduka tatkala
Khadijah meninggal dunia.
Sepeninggal Abu Thalib dan Khadijah,
Rasulullah menuju Thaif; untuk dakwah sekaligus menjalin hubungan dengan
kerabat dari pihak ibunda beliau. Sayangnya, masyarakat Thaif yang sudah
terlebih dahulu diprovokasi oleh Abu Jahal cs, menolak dakwah Rasulullah dan
bahkan mengusir beliau dengan kekerasan.
Dalam keadaan seperti itulah, Rasulullah
diperjalankan pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, yang
diistilahkan dengan peristiwa Isra’. Segera setelah itu, beliau dinaikkan ke sidratul
muntaha yang dikenal dengan peristiwa mi’raj. Di sidartul muntaha,
Rasulullah menerima perintah shalat fardhu, yang awalnya sejumlah 50 waktu,
namun nanti secara berangsur-angsur dikurangi oleh Allah sehingga berjumlah 5
waktu saja seperti yang kita laksanakan dewasa ini.
Pemililhan dua masjid terkemuka di dunia
sebagai jejak Isra’ dan Mi’raj bukanlah tanpa dasar. Masjidil Haram adalah
bangunan pertama di muka bumi yang dijadikan sebagai tempat beribadah.
Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang
dibangun untuk manusia ialah baitullah yang di Mekkah yang diberkahi dan
menjadi petunjuk bagi seluruh alam. (Q.S.
Ali Imran: 96)
Itulah Masjidil Haram yang berada di
Mekah yang diberkahi oleh Allah. Demikian pula halnya dengan penentuan Masjidil
Aqsha sebagai rute yang dilintasi dalam perjalanan suci dimaksud, di samping
karena telah dijejaki oleh telapak kaki para Rasul Allah, juga karena masjid
ini dan sekitarnya ditegaskan sebagai kawasan yang memperoleh keberkahan Allah;
allazi barakna haulahu (yang kami berkahi sekitarnya). Ini artinya, baik
Masjidil Haram maupun Masjidil Aqsha adalah dua tempat yang diberkahi oleh
Allah. Kedua tempat ini dipilih sebagai bagian dari rute Isra’ dan Mi’raj yang
dilatarbelakangi sebagai bagian dari hiburan bagi Rasulullah setelah mengalami
kesedihan dan dukacita yang mendalam. Maka dengan dibawa melintasi dua kawasan
yang penuh berkah ini, Rasulullah kembalil memiliki semangat juang yang tinggi.
Lebih-lebih lagi, dua kawasan ini;
Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha dipilih oleh oleh Allah sebagai rute
penjemputan ibadah utama dalam Islam yaitu Shalat fardhu 5 waktu. Maka bagi
umat Islam, baik Masjidil Haram mapun Masjidil Aqsha memiliki arti tersendiri
yang tak dapat diabaikan.
Masjidil Haram itu berada di Mekah, yang
setiap saat dirindukan untuk dikunjungi oleh kaum muslimin dari seantero dunia.
Bagi yang pernah ke sana, terdorong untuk mengulanginya..lagi..dan lagi.
Sejumlah catatan menyebutkan bahwa sepanjang sejarah kehidupan umat manusia,
kunjungan ke Masjidil Haram selalu dilakukan secara periodik, terutama pada
musim haji. Bahkan, dalam waktu sepuluh kurun terakhir ini, masjid mulia ini
tak pernah sepi dari kunjungan para hamba Allah yang senantiasa mengitari
kakbah sucinya dalam thawaf-thawaf mereka. Kecuali sejak beberapa hari terakhir
ini. Karena kekuatiran penyebaran virus corona, aktivitas ibadah di kakbah suci
sedikit dibatasi. Semoga Allah memulihkan situasi kembali.
Comments
Post a Comment