INDAHNYA SEBUAH KEJUJURAN (28022020)
A Gani Isa
Suatu hari Umar bin Khattab ra, yang
dikenal amanah dan jujur, melihat di tangan Abdullah anaknya sekeping uang
logam, lantas Sang Ayah sebagai Khalifah
bertanya ke anaknya, “dari mana kamu dapatkan uang itu Abdullah?”, Abdullah
menjawab, “uang logam ini diberikan oleh Penjaga Baitul Mal Ayah”. Seketika itu juga Umar meminta Musa Asy’ary
menghadapnya. Lalu Umar bertanya ke Musa Asy’ary, kenapa kamu berikan uang
kepada anakku?, Musa Asy’ary sebagai penjaga Baitul Mal menjawab dengan polos,
Ya! Khalifah, selesai menghitung semua uang yang masuk ke Baitul Mal, kebetulan
lewat Abdullah, dan ada satu uang logam lalu saya panggil Abdullah saya berikan
uang itu kepadanya, sedangkan yang lainnya semua Dinar, dan yang satu itu
perak. Umar sebagai Khalifah dengan nada “marah” mengatakan; “Kamu Musa
ditugaskan menjaga Baitul Mal dengan “amanah dan Kejujuran”, kamu tidak
ditugaskan untuk membagi-bagi uang, apalagi kamu berikan uang logam itu kepada
anak Khalifah, hai Abdullah segera serahkan kembali uang itu ke Baitul Mal.
Itulah sekelumit kisah, jadi i’tibar
kepada kita semua, betapa indahnya sebuah kejujuran, bila sang pemimpinnya
amanah, rakyat yang taat dan patuh, kejujuran merupakan harta yang tak bisa
dinilai dengan materi, sungguh betapa nikmatnya hidup ini, bila setiap orang
bertindak jujur dan amanah. Amanah dan Jujur dua sifat mulia di dalam Islam.
Rasulullah SAW bersabda: “ ‘Alaikum bis-Shidqi..” Selalulah kamu jujur, karena
sesungguhnya jujur itu mengantarkan kamu pada kebaikan dan kebaikan itu
sesungguhnya mengantarkan pada surga. Sedangkan dusta akan mengantarkan pada
keburukan dan dosa, dan sesungguhnya dosa itu akan mengantarkan pada neraka.
[HR. Mutafaqun Alaih]
Pertama; Kejujuran harus dimulai dari
setiap diri, dari keluarga dan rumah tangga, Ya! Kita perlu bercermin pada
kisah Umar di atas. Bagaimana dalam mengkonstruksikan sebuah amanah dan
kejujuran di dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Sungguh indah bila dalam
rumah tangga, suami jujur kepada isteri dan sebaliknya isteri amanah dalam
setiap aktivitas kesehariannya. Rasulullah menjelaskan sungguh bahagia bila
suami memandang isterinya menyenangkan perasaannya, apabila disuruh sesuatu
isterinya patuh, dia jaga kehormatannya bila suaminya tidak ada di rumah.
Itulah gambaran “Bayti Jannati” rumahku
surgaku, seperti diucapkan Rasulullah
SAW. Rumah Rasulullah kecil diberanda
Masjid Nabawi, hanya tiga bilik, belum ada cahaya seperti
listrik hari ini, tapi sungguh merasa
puas dan bahagia, karena bahagia itu ada di hati, bukan pada uang dan materi
yang melimpah.”Laisal ghina ankasratil aradhi walakinnal ghina ghina nafsi”
Tidaklah dinamakan kaya karena banyaknya harta, tetapi dinamakan kaya, kaya
jiwa.
Bagaimana dengan keluarga kita di era
serba modern, pernahkah sebagai orangtua mengingatkan anakanak untuk taat
menjalankan perintah Allah, tidak terjerumus kepada kemungkaran dan
kemaksiatan, termasuk mengkomsumsi barang-barang haram, Petuah endatu
menyebutkan “Hai anek bek ta merokok, luka cabok tutong ija”, adakah kita
menanyakan bila dia memiliki uang atau membawa barang-barang berharga kerumah,
darimana uang sebanyak itu. pernakah orangtua menegurnya bila belum shalat dan
sebagainya. Demikian pula Isteriisteri yang salihah pasti akan menanyakan pada
suaminya darimana uang sebanyak ini, dia akan mengatakan “ lebih baik sementara
susah hidup di dunia ini, daripada siksaan Allah yang dahsyat di akhirat nanti,
namun sebaliknya isteri yang “hubbud dunya” pasti akan mengatakan kepada
suaminya, kenapa sedikit uang yang dibawa pulang hari ini.
Kedua; Edukasi masyarakat. Adanya
kontrol social di ranah publik, amar makruf harus jalan, nahi munkar
wajib di basmi. Kejujuran harus pula dimulai dari “masjid”, bukan dari “warung
kopi”. Ada yang bilang Amanah dan kejujuran hari ini hanya sebatas “basa
basi”, sehingga ada ungkapan “yang jujur mepalet, yang sulet lheeh”. “Man ra-a
minkum munkaran fal yughayyir biyadihi, wa man lam yastati’ fabilisanihi, waman
lam yastati’ fabiqalbihi, fazalika adh’aful iman” Barang siapa melihat sebuah
kemungkaran hendaklah merubahnya dengan tangan, barang siapa yang tidak mampu hendaklah merubahnya dengan lisan, bila dengan lisan
juga tidak mampu hendaklah dengan hatinya, cara seperti itu selemah-lemah
iman”.
Khalifah Umar juga dalam riwayat pernah
berdialog dengan pengembala kambing, “tolong jual seekor kambingmu kepada saya,
si pengembala menjawab ini bukan milikku tapi milik majikanku. Ya! Katakan saja
nanti bahwa seekor kambing sudah dimakan serigala. Si pengembalamenjawab polos,
kalau begitu “fainallah” di mana Allah. Jawaban singkat menjadikan Khalifah
Umar terharu meneteskan air mata. lantas mengatakan di hadapan majikannya:
A’taqatka fi d dunya hazihil kalimatu wa arju an tu’tiqaka fi l akhirati (
kalimat fainallah inilah yang memerdekakan kamu di dunia ini, semoga dengan
kalimat itu pula akan memerdekakan kamu di akhirat kelak)
Ketiga; Amanahnya Pemimpin Amanah
berarti jujur atau dapat dipercaya. menurut istilah Amanah adalah sesuatu yang
harus dipelihara dan dijaga agar sampai kepada yang berhak memilikinya. amanah
memiliki pengertiannya sangat luas dan mendalam. Mulai dari “Menyimpan rahasia
hingga “menjalankan sesuatu yang menjadi perjanjian atau tugas”. Baik Amanah
manusia terhadap Allah, yaitu semua ketentuan Allah harus dipelihara
melaksanakan semua perintah dan eninggalkan semua laranganNya. .Amanah
manusia kepada orang lain, tidak menipu dan berlaku curang, menjaga rahasia
yang merupakan kewajiban terhadap keluarga, kerabat dan manusia secara
keseluruhan. Maupun Amanah manusia terhadap dirinya sendiri, yaitu berbuat
sesuatu yang terbaik dan bermanfaat bagi dirinya.
Mewabahnya praktik korupsi, monopoli
diberbagai lapangan kerja dan sektor ekonomi , baik yang dikelola pemerintah
maupun swasta, hilangnya saling percaya, tumbuhnya saling mencurigai (negative
thinking), menjamurnya mental hipokrit, apriori terhadap tugas dan kewajiban
dan sifat-sifat tercela lainnya sebagai akibat dari hilangnya amanah. Sementara
produsen memasukkan unsur-unsur haram dalam makanan dan minuman, na’uzubillahi
min zalik!
Allah berfi rman dalam surat Al Anfal
ayat 27: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui.
Rasulullah bersabda, “Seberatberat agama
adalah memelihara amanah. Sesungguhnya tidak ada agama bagi orang yang tidak
memelihara amanah, bahkan tidak diterima shalat dan zakatnya.” (HR al-Bazzar).
Rasulullah juga memberi wasiat kepada Ali bin Abi Thalib mengenai kejujuran,
“Seorang alim memiliki tiga ciri, yaitu perkataan yang jujur, sikap menjauhi
barang yang haram, dan tawadhu. Orang yang jujur juga memiliki tiga ciri, yaitu
menyembunyikan ibadah, menyembunyikan sedekah, dan menyembunyikan musibah.”
Oleh karena itu, janganlah kita takut
tidak punya rezeki, tapi takutlah apabila kita tidak memiliki sifat jujur dalam
cara mendapatkan rezeki karena bukankah Allah Yang Mahakuasa tidak pernah lalai
dalam mengatur rezeki setiap makhluk-Nya, “Tidak diciptakan makhluk, melainkan
juga dengan rezekinya.”Janganlah pula kita takut tidak punya jabatan, tapi
takutlah apabila kita tidak jujur dalam memperoleh jabatan. Janganlah kita
takut tidak punya popularitas, tapi takutlah apabila saat popularitas
menghinggapi kita malah membohongi diri kita sendiri dengan membanggakan diri
secara berlebih-lebihan seolah-olah kita sukses semata-mata karena kepandaian
diri kita sendiri,
padahal bukankah popularitas itu
hanyalah titipan dari Allah semata dan sementara.
Comments
Post a Comment