KEAMANAN SYARAT KEMAJUAN BANGSA (27032020)
Oleh : Dr Ahmad Husein, MA
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa
barakatuh
Sepantasnyalah Puja dan puji hanya kita
persembahan kepada Allah dan kita hamba-Nya sejatinya mengagungkan serta
bersyukur atas segala nikmat dan rahmat yang diberikan-Nya kepada kita,
setidaknya saat kita tiba di rumah-Nya yang mulia ini kita masih sadar bahwa
kita masih bernafas sebagai salah satu nikmat Allah SWT yang sangat tinggi
nilainya. Allah tidak menuntut agar semua yang diberikan kepada hamba-Nya harus
ditebus atau dibayar, kecuali hanya diharap untuk secara sadar bersyukur, maka Allah akan menambahi nikmat
tersebut. “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih".
(Q.S.Ibrahim;7). Shalawat serta salam sepantasnya pula kita sanjung sajikan ke
pangkuan junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW, Nabi dan Rasul yang diberi
keistimewaan untuk bisa memberikan syafaat kepada umatnya yang tulus, ikhlas
dan rajin bershalawat di dunia, kelak di yaumil akhir akan mendapatkan syafaat
shalawatnya. Semoga bacaan shalawat kita akan mencatatkan nama kita sebagai
seorang umatnya yang akan mendapatkan syafaat Rasulullah SAW.
Selanjutnya,
khatib mengajak seluruh jama’ah, untuk bersama-sama pula berupaya meningkatkan
kualitas iman dan taqwa kepada Allah SWT,
karena hanya dengan cara itu kita dapat memenuhi perintah Allah dalam
ayat: “Wa Tazawwadu, fa inna khaira al-Zadi al-Taqwa, wa Attaquni ya Uli
al-Bab” (Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan
bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal). (Q.S.Al-Baqarah:197)
Semoga bekal yang kita siapkan selama hidup di dunia ini mampu mengantarkan
kita menjadi hamba pilihan diantara hamba-hamba Allah yang lainnya serta
mendapat ridha di sisi Allah SWT.
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Menjadi orang yang bertaqwa itu, menjadi
satu-satunya predikat tertinggi yang bisa diperoleh manusia selaku hamba Allah
SWT. Pencapaian predikat seperti itu, bukan hanya milik individu atau peribadi
dan perorangan semata. Tetapi boleh jadi menjadi miliki kelompok, keluarga, masyarakat
tertentu atau bahkan masyarakat bangsa dan Negara. Hal ini dapat kita pahami
dari penjelasan ayat al-Qur’an: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman
dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit
dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya.” (Q.S.al-A’raf:96).
Ma’asyiral Muslimina Rahimakumullah.
Ada dua hal yang sering menjadi
perbincangan bathin kita, yaitu antara Iman dan Islam. Apakah seseorang menjadi
Muslim terlebih dahulu ataukah menjadi Mukmin. Atau dalam konteks lain, apakah
seorang Muslim sudah pasti menjadi orang Mukmin, atau sebaliknya. Diskusi
tentang hal inipun akan panjang dan menemukan banyak alasan dan argument yang
muncul sesuai dengan pendapat dan paham masing-masing. Harus dipahami bahwa
kedua hal (Islam dan Iman) tersebut sangatlah mendasar bagi kita umat beragama.
Seseorang akan marah, emosi atau bahkan murka bila ia diragukan keimanan atau
keislamannya. Laksana dua sisi mata uang, yang satu tak akan laku bila tidak
bersama dengan sisi yang lainnya. Sedangkan taqwa menjadi nilai tukar mata uang
tersebut.
Persoalan keislaman dan keimanan ini
bukanlah fenomena baru, melainkan suatu keadaan yang sudah berlaku sejak zaman
Rasulullah saw masih hidup. Mari kita simak bagaimana penuturan al-Qur’an
tentang pengakuan beriman dari kaum Arab Badui berikut: “Orang-orang Arab Badui
itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka):
"Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk",
karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
(Q.S.al-Hujurat(49):14).
Ayat ini telah memberi pelajaran penting
bagi kita, bahwa menjadi seorang Muslim tidaklah sempurna, bila tidak dengan
keimanan yang benar dari lubuk hati paling dalam. Iman hubungannya dengan hati,
tersembunyi dan tidak kelihatan dengan mata telanjang. Seorang Mukmin pun dituntut
untuk menunjukkan keislamannya melalui prilaku, akhlak dan norma kehidupan yang
dilakukannya setiap saat. Artinya, menjadi seorang Muslim yang Mukmin atau
Mukmin yang Muslim adalah sosok pribadi sempurna lahir bathin, memperlihatkan
karakter pribadi yang menggambarkan dirinya sebagai seorang Mukmin sekaligus
sebagai Muslim atau sebaliknya.
Beriman bukanlah sekedar pengakuan lisan
atau statement komunitas, berupa pengakuan lahiriah, tetapi lebih pada
pengakuan batiniah bersumber dari hati (qalbu). Iman seperti ini memiliki
kekuatan maha dahsyat untuk mampu menggerakkan anggota tubuh manusia untuk
berbuat amal-amal yang saleh, perbuatan-perbuatan terpuji yang akan
menggambarkan pribadi beriman sekaligus Muslim. Itulah akhlakul karimah sebagai
buah keimanan dan keislaman.
Selain
daripada itu, iman bukanlah harta benda yang bisa diwariskan kepada generasi
selanjutnya secara turun temurun. Keimanan membutuhkan proses penanaman,
pemupukan, perawatan dan pengawasan, laksana bibit tumbuhan yang ditanam untuk menggantikan
pohon utamanya. Hasilnya, terkadang pohon baru bisa lebih subur dan lebih
banyak buahnya, atau sebaliknya, pohon yang diharap sebagai generasi penerus,
kandas di tengah jalan bahkan tak jarang mati sebelum menghasilkan buah.
Ini menjadi sebuah renungan bagi kita
semua dalam menyiapkan generasi beriman ke depan. Karena bila bibit tidak kita
siapkan dengan unggul, yakinlah, tiupan angin dan perubahan cuaca ke depan akan
membuat generasi kita rentan terhadap dekadensi iman, akhlak dan moral keislamannya.
Kaum Muslimin wal Mukminin Jama’ah
Jum’at Rahimakumullah.
Secara harfiah kata iman dan aman
berasal dari huruf suku kata yang sama yaitu: alif, mim dan nun.
Al-Qur’an sendiri pernah menggandengkan dua suku kata ini dalam satu ayat,
misalnya:
“Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah
orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk. (Q.S.al-An’am(6):82).
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa antara
keamanan dan keimanan seseorang terdapat korelasi dan ikatan yang sangat erat.
Keamanan akan semakin kuat dengan kuatnya iman; dan sebaliknya keamanan akan
semakin melemah seiring dengan melemahnya iman. Iman dan keamanan merupakan dua
sejoli yang selalu beriring sejalan. Keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama
lain. Setiap kali iman menguat, maka keamanan pun akan menguat. Keamanan
bukanlah sekedar aman lahiriah saja, melainkan amannya orang beriman adalah
aman lahir bathin, atau aman yang hakiki.
Mari
kita lihat korelasi iman dan aman menurut penuturan al-Qur’an, diantaranya:
Orang
beriman peduli dan mampu menjaga diri pribadinya, dan itulah salah satu yang
membedakan dirinya dengan orang yang tidak beriman, firman Allah:
“Orang-orang
yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman. (Q.S.al-An’am(6);12).
Makna
yang tergambar dari ayat ini adalah bahwa orang beriman adalah sosok yang
terbina mentalnya secara baik, mampu membedakan mana yang baik dan mana pula
yang buruk, baik untuk dirinya maupun untuk masyarakatnya. Ia tidak egois yang
hanya mementingkan dirinya saja, melainkan ia peka terhadap lingkungannya,
karena ia sadar bahwa dirinya adalah juga seorang Muslim yang mampu menebarkan
nilai-nilai keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian hidup bagi masyarakat
bangsa dan negaranya.
1. Selalu berorientasi untuk melakukan
sesuatu yang bermanfaat bukan hanya bagi dirinya tetapi juga bagi orang lain.
Orang beriman tidak akan mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman.
Artinya; mereka terhindar dari berbagai perbuatan keji seperti mengkhianati
amanah yang diberikan kepadanya, tidak akan melakukan curang, korupsi, berdusta
dan bohong serta perbuatan tercela lainnya. Bahkan mereka cenderung untuk terus
berinovasi untuk lebih baik. Allah swt berfirman:
“Barang
siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S.al-An’am(6):48).
Betapa
Allâh Azza wa Jalla telah menghilangkan rasa takut orang-orang beriman, sebagai
buah dari keimanan mereka dan usaha inovasi dan perbaikan yang mereka lakukan. Justru
karena itu, bila keimanan seorang hamba semakin kuat dan menanjak, maka akan menguat
pula bagian keamanan yang ia raih, sesuai dengan kadar kuatnya iman yang ada
padanya. Bukankah Allâh Swt , Dialah yang memberikan rasa aman kepada orang
yang merasa takut, dan memberi perlindungan kepada orang yang meminta
perlindungan kepada-Nya. Dan Allâh pula yang memberi penjagaan kepada para
hamba-Nya; yakni dengan memberikan bantuan dan pertolongan, taufiq serta
kemenangan dari-Nya; La haula wa la
quwwata illa billah.
2. Orang beriman akan diberi amanah kekuasan. Mengenai hal ini Allah
swt jelaskan dalam ayat:
“Dan
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka
tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan
barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik. (Q.S.an-Nur(24):55).
Allah
memberikan jaminan dengan memberi janji akan memberi kekuasaan kepada
orang-orang beriman. Kekuasaan belum tentu dalam arti “penguasa” pemerintahan,
akan tetapi kekuasaan yang diberikan diawali dari amal-amal saleh yang mereka
lakukan yang dapat menjadi rolmodel
bagi masyarakatnya untuk ditiru dan diikuti. Jaminan-jaminan Allah kepada
mereka ini berupa:
a)
Kekuasaan di muka bumi.
Suatu saat akan terkoneksi kekuasaan di muka bumi antar orang-orang beriman,
karena mereka terhubungkan dengan koneksitas keimanan mereka, sebagaimana
dijelaskan bahwa “al-Mukminuna ikhwah” (orang beriman itu bersaudara). Mereka muncul dengan
saling percaya, merasa sehati dan seperjuangan di jalan Allah.
b)
Kekuasaan yang dititipkan
Allah swt kepada orang beriman adalah kekuasaan yang berorientasi kepada
penguatan aqidah umat dan peneguhan keagamaan masyarakatnya, sebab Allah swt
telah meridhai hal ini untuk mereka lakukan. Hasilnya akan semakin terlihat
bahwa nilai-nilai Islam semakin diminati dunia. Bahkan suatu pemandangan yang
indah hari ini, semakin berbondong-bondongnya masyarakat di berbagai belahan
dunia masuk ke dalam Islam. Dan ini adalah salah satu bentuk pertolongan Allah
swt. (Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat
manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,). (Q.S.an-Nashr
(110):1-2).
c)
Allah menjanjikan akan
menukar keadaan mereka, menggantikan rasa ketakutan dengan rasa aman dan
sentosa.
Rasa takut menjadi salah satu kondisi
batin yang sangat mengganggu. Betapa hari ini, rasa takut kepada wabah Corona
misalnya telah melanda seantro jagad raya. Kesombongan dan kecongkakan manusia,
telah diganti oleh Allah dengan rasa ketakutan yang melanda hampir semua
kelompok dan golongan. Ini adalah bahagian dari janji Allah (Q.S.An-Nur(24):55)
di atas untuk menukar keadaan dari satu kondisi ke kondisi yang lain. Namun
Allah mengingatkan bahwa prinsip dasarnya adalah agar manusia tetap konsisten
menjalankan agama Allah, menyembah Allah tanpa mempersekutukannya (Iman) dan
diharapkan manusia tidak terbawa arus kekafiran dan kefasikan (konsisten dalam
menjalankan ajaran Islam).
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Bila meyimak ayat (Q.S.al-Hujurat(49):14) dari aspek
Munasabahnya, kita ketahui bahwa kehidupan yang dimaksud dalam ayat bukanlah
kehidupan secara individu semata, melainkan dalam ikatan yang lebih besar
berupa kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Berarti aman dalam keimanan dan
iman dalam keamanan adalah dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Ayat sebelumnya menjelaskan: “Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal. (Q.S.al-Hujurat(49):13).
Dengan demikian struktur pemikiran yang harus kita
bangun adalah: “menanamkan iman, merawat dan menyuburkannya agar tumbuh
semangat keislaman yang diwarnai oleh amal-amal saleh, untuk menjadi pandu bagi
masyarakat guna menciptakan keamanan yang hakiki dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dengan iman yang kuat, akan lahir keamanan yang kuat
pula. Dan dari fundasi yang kokoh ini akan bisa dibangun masa depan yang sesuai
dengan khittah Allah kepada orang-orang beriman. Sehingga kita semua akan
menjadi hamba Allah yang Muslimin, Mukminin, Muhsinin, Mukhlishin dan Muttaqin.
Semoga Allah swt, senantiasa membimbing dan memberi
hidayah-Nya kepada kita agar kiranya kita mampu menjaga keimanan serta mencetak
generasi masa depan yang beriman dan dengan demikian akan terwujud keamanan
nasional yang memberi jaminan kelangsungan hidup masyarakatnya yang bertaqwa
dalam ridha Allah ‘Azza wa Jalla.
Comments
Post a Comment