MEMELIHARA KEADILAN (06032020)
Tgk H Akmal Abzal S, Hi
Adil diadopsi dari bahasa Arab dengan
pengertian umumnya adalah jujur, lurus, tulus dan berada ditengah-tengah atau
seimbang. Keadilan berarti keseimbangan, profesional, tidak memihak dan tidak
berat sebelah. Dengan pemahaman tersebut menunjukkan bahwa orang adil adalah
orang yang memiliki sikap objektif terhadap sesuatu, tidak memihak, karena
apapun kecuali adalah untuk kebenaran.
Keadilan mesti dimiliki oleh seluruh
umat manusia tanpa memandang suku, strata sosial, jabatan bahkan lintas agama.
Karena esensi keadilan bagi manusia adalah membuat penilaian dan keputusan
objektif dan kritis kepada apapun dan siapapun kendati kadangkala sebuah
keadilan terasa sulit dan berat disaat menimpa diri sendiri.
Islam sangat menekankan sifat Adil dalam
segala aspek kehidupan. Allah SWT memerintahkan umat manusia supaya berprilaku
adil, baik kepada Allah sebagai pemilih jagatraya ini maupun kepada sesama
makhluk sosial dibumi ini. Prinsip keadilan yang di ajarkan al-Qur’an sangat
kontekstual dan relevan untuk diterapkan dalam kehidupn keluarga, beragama dan
bermasyarakat.
Islam mengajarkan bahwa semua kita
berhak menerima pelayanan dan perlakuan yang sama bahkan sederajat di depan
hukum. Islam tidak mengajar sikap diskriminasi karena perbedaan kulit, status
sosial, ekonomi atau politik. Hal ini
dapat difahami dari kandungan Al
Quran Allah SWT berfirman :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS. Al Hujurat 13)
Sifat Adil mesti terus dipupuk hingga
menjadi karakter diri setiap insan, antara lain oleh:
Pertama,
Adil orang tua terhadap anak-anaknya.
Banyak kasus ringan namun berakhir fatal
ketika orang tua membedakan cinta dan kasih sayang antara satu dengan anak-anak
lainnya. Tanpa sadar, pilih kasih orang tua terhadap anaknya akan menumbuhkan
bibit permusuhan, kedengkian dan kebencian satu sama lainnya, kemudian tidak
terasa telah berimplikasi pada diharmonisasi atau retaknya hubungan baik dalam
satu keluarga. Karena itu, sifat Adil sebagai orang tua harus dipahami dalam
bentuk transfer cinta dan kasih sayang serta perhatian sama secara proporsional
sesuai kebutuhan bukan karena keinginan apalagi karena like and dislike atau
suka dan tidak suka.
HR Abu Daud, Nasai dan Ibnu Hibban.
Rasulullah Muhammad SAW bersabda :
“Adillah kepada anak-anakmu, Adillah
kepada anak-anakmu, Adillah kepada anak-anakmu.
Kedua, adil Rakyat dalam memberi
penilaian objektif terhadap kinerja pemimpinnya.
Rakyat atau masyarakat adalah unsur
terpenting dalam suatu bangsa dan negara sehingga kedamaian atau kekacauan
suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh karakter masyarakat atau pemimpin nya
sendiri. Seperti kata bijak “ untuk melihat karakter suatu bangsa lihatlah pada
pemimpinnya dan mengetahui karakter seorang pemimpin lihat juga pada karekter
rakyatnya”.
Rakyat dan pemimpinnya diilustrasikan
bagai dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan, saling terikat, sama-sama memiliki nilai
sehingga keduanya di tuntut menjadi elemen berkarakter positif guna mendapat
energi yang solid dalam membangun bangsa, negara dan agama. Sebagai tazkirah
atau warning dewasa ini, pasca masifnya masyarakat menggunakan fasilitas
handphone dengan segenap aplikasi media sosial (medsos), penggunanya nyaris
loss sensor bahkan berkicau tak ada jedanya.
Setiap orang bangga aktif sebagai netizen, medsos berubah menjadi media
melepaskan unek-unek, isi hati, rasa benci atau rasa sayang terekspresi
sedemikian rupa, hingga kritik rada menyerang dengan ujaran-ujaran kebencian
yang tak berdasar kian menghiasi kehidupan sosial sehari-hari kita saat
ini.
Ironinya kondisi tak sehat ini mulai
dinikmati oleh masyarakat kita, semua terlihat rapuh bahkan tak kuasa
mem-filter kebenaran suatu info kendati kadangkala berita tersebut sudah diluar
nalar yang sehat.
kritik, saran, ide dan sumbang fikiran
setiap kita bukanlah perkara berdosa selama perkara itu disalurkan dibarengi
dengan solusi konstruktif, dengan semangat dan tujuan baik kita adalah untuk
membangun. Tak ada kesempurnaan setiap insan, tak ada pula pemimpin negeri ini,
baik eksekutif maupun legislatif yang
berhak menganggap diri sebagai superman yang memiliki otority tanpa batas,
namun sebagai masyarakat Aceh dengan budaya ketimuran, lagi berbasis agama
tentu konstribusi ide, kritik dan gagasan terus saja di berikan dengan
cara-cara santun dan solutif yang steril
dari conflic of interst apalagi kepentingan pragmatis yang merugikan
kita semua.
Dalam Surat Al-Maidah, Allah SWT
berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah
kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi
saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Maidah 8 )
Dalam surat An-Nisa ayat Allah
menyatakan :
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah
kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah
biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. ( QS. An-Nisa
135)
Dua ayat ini mengindikasikan bahwa keadilan
tak sebatas pada pemilik kekuasaan semata namun sebagai rakyat bahkan sebagai
pengamat diajarkan nilai-nilai etis dalam menyapai aspirasi atau kritik solutif
yang sehat dan objektif dalam artian terimalah kebenaran yang ada dan pujilah
keberhasilannya, disaat yang berbeda silakan kritik dan sumbang gagasan atau
ide ketika negeri ini mulai dibawa jauh melenceng dari visi misi awal pendiri
bangsa ini.
Khatib hanya mengingatkan kita semua
untuk tidak bersikap ala penonton bola “cacian dan makian sesuatu yang lumrah.
Di negeri ini kita bukan tamu Apalagi penonton
tapi kita adalah pelaku dan tuan rumah yang bertanggungjawab penuh untuk
kabjikan semua.
Ketiga, Adil pemimpin, eksekutif maupun
legeslatif kepada rakyatnya.
Pasca dilantik dan diambil sumpah, komitmen
tersebut tidak sebatas agenda serimonial
belaka untuk dipersaksikan kepada publik sebagai rakyatnya tapi memiliki
tanggungjawab moral yang mengikat secara moril dengan Rabb-Nya Allah ‘Azza wa
Jalla. Di dunia ada Laporan pertanggung Jawaban (LPJ), di akhirat juga akan ada
pertanggungjawaban amal setiap kita. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
Artinya:” Setiap kamu adalah pemimpin
dan setiap kepemimpinanmu akan di minta pertanggungjawaban” (H.R. Muslim)
Maka azas keadilan yang berorientasi
pada profesional, mandiri dan memberil pelayanan sama terhadap rakyatnya
menjadi suatu keniscayaan yang tak boleh diperdebatkan. Tanggalkan mindset
ashobiah atau primodial kultural yang memprioritaskan daerah tertentu, partai,
golongan, kelompok dan seterusnya karena sikap nepotisme seperti ini justru
mempersempit ruang gerak dan partisipasi masyarakat dalam membantu konsep
pembangunan nanggroe yang sedang kita pimpin.
Karena itulah al-Qur’an memerintahkan
kita semua untuk menitip kepercayaan yang ada guna mengelola negeri ini kepada
yang berhak sesuai tupoksinya dan sanggup menegakkan keadilan secara benar dan
objektif.
Sebagaimana amanah Allah dalam surah An-Nisa ayat 58 berfirman :
Artinya :
“ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. (QS.
An-Nisa : 58)
Comments
Post a Comment